ALASAN PARA ULAMA' MEMBOLEHKAN ISBAL
Secara
bahasa, isbal diartikan memanjangkan atau
melabuhkan kain. Sedangan menurut istilah, isbal
adalah memanjangkan kain pakaian secara berlebihan hingga menutupi mata kaki
baik itu pakaian perempuan maupun pakaian laki-laki.
Ulama berbeda pendapat soal hukum Isbal. Pendapat pertama, bahwa hukum isbal
adalah mutlak haram. Ulama yang berpendapat demikian adalah Syeikh bin Baz dan ulama Wahabi lainnya.
Menurut mereka, apapun alasannya (riya atau
tidak), isbaltetap haram. Pendeknya,
apapun bagian pakaian yang lewat mata kaki adalah dosa besar dan menyeret
pelakunya masuk neraka. Dalil yang jadi rujukan mereka adalah Sabda Nabi
Muhammad Saw. yang berbunyi, “Apa yang
di bawah kedua mata kaki berupa sarung maka tempatnya di neraka " [Hadits Riwayat Bukhari
dalam sahihnya]
Anehnya, Imam
Ibnu Taimiyah sendiri, yang pendapatnya selalu jadi rujukan Syekh bin Baz
dan kaum Wahabi justru membolehkan isbal.
Pendapat kedua, bahwa isbal boleh saja (mubah). Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani,haramnya
isbal tidak bersifat mutlak. Isbal
hanya haram bila memang dimotivasi oleh sikap riya’.
Ulama lainnya yang
membolehkan isbal adalah Al-Imam Nawawi.
Menurut penulis kitab Syarah Shahih
Muslim dan Riyadhus-Shalihin ini,
semua hadits yang menerangkan isbal
dan pelakunya masuk neraka, apabila dilakukan oleh orang yang sombong (khuyala’). Hal itu terlihat dari rukhshah (keringanan) yang diberikan
Nabi kepada Abu Bakar dengan
sabdanya, "Kamu bukan bagian dari
mereka." Hal itu karena panjangnya kain Abu Bakar bukan karena sombong.”
Senada dengan Imam
Nawawi, Ustadz Muhammad Muafa, M.Pd,
Pengasuh Ponpes IRTAQI, Malang, Jatim berpendapat bahwa hukum isbal adalah mubah selama tidak disertai
kesombongan tanpa membedakan apakah pakaian itu berupa gamis, sarung, celana,
Jarit, Izar (seperti yang dipakai saat Ihram) dan sebagainya. Adapun jika Isbal itu disertai sombong, maka
hukumnya haram yang keharamannya berlaku bukan hanya pada isbal pakaian tetapi pada semua penggunaan aksesoris tubuh yang
memicu kesombongan.
Dalil yang membolehkan isbal, menurut ustadz Muafa, adalah sebagai berikut: Pertama, nash hadits yang berbunyi, “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw.
bersabda: "Pada hari kiamat kelak, Allah tidak akan melihat orang yang
menyeret kain sarungnya karena
sombong." (H.R. Bukhari)
Dalam riwayat Az Zuhriy dari Salim, Ibnu 'Umar
ra bercerita bahwa Nabi Saw. besabda, "Ada
seorang laki-laki yang ketika dia menyeret
pakaiannya karena kesombongan, ia dibenamkan ke dasar bumi, dan orang
itu terus meronta-ronta hingga hari qiyamat".(H.R. Bukhari)
Riwayat-riwayat ini dan yang semakna dengannya
menunjukkan bahwa Rasulullah Saw. melarang isbal
karena ada sebabnya yaitu kebiasaan sebagian
orang yang mengulurkan dan
menyeret pakaiannya karena angkuh dan sombong. Makna implisitnya, jika isbal tersebut dilakukan tidak karena
sombong berarti tidak terkena celaan dan tidak termasuk ke dalam ancaman.
Dengan kata lain, lafadz bathara
(keangkuhan) dan khuyala’ (kesombongan) dalam riwayat-riwayat di atas
menjadi Qoid (pengikat) dari syariat
larangan isbal.
Kedua,Rasulullah Saw. sendiri melakukan isbal. Bukhari meriwayatkan, “Dari Abu Bakrah ra dia berkata, "Ketika
kami berada di samping Nabi Saw. tiba-tiba terjadi gerhana Matahari, maka
beliau segera berdiri menuju masjid, dan menyeret pakaiannya karena
tergesa-gesa hingga tiba di masjid. Lalu orang-orang pun segera berdiri di
sisinya dan beliau mengerjakan shalat dua rakaat.”(H.R.Bukhari)
Dalam riwayat Ibnu majah juga terdapat kisah isbal-nya Rasulullah Saw. Ibnu Majah
meriwayatkan, “Dari Imran Ibnul Hushain
ia berkata, "Rasulullah Saw. pernah salam pada raka'at ketiga dalam shalat
ashar, lalu beliau berdiri dan masuk kamar. Maka berdirilah Al-Khirbaq, seorang laki-laki yang
tangannya lebar, ia berkata, "Wahai Rasulullah, apakah shalatnya
diringkas?" Beliau pun keluar dan marah sambil menyeret kain sarungnya,
beliau bertanya tentang hal itu hingga beliau diberitahu tentang hal itu.
Kemudian beliau melaksanakan raka'at yang tertinggal lalu salam, kemudian
beliau sujud dua kali dan salam kembali. " (H.R. Ibnu Majah)
Kesimpulannya: Mustahil Rasulullah Saw.
melakukan isbal, jika hal itu
hukumnya haram secara mutlak. Seandainya isbal
memang haram secara mutlak sebagaimana haramnya berzina atau mencuri, maka satu
kali pun Rasulullah Saw. tidak akan pernah melakukannya karena seluruh Nabi Ma'shum (terjaga dari dosa). Isbal yang dilakukan Rasulullah Saw.
menunjukkan bahwa larangan isbal itu
tidak mutlak, tetapi muqoyyad (diikat
kondisi tertentu) yaitu kesombongan. Artinya isbal hukumnya haram jika dilakukan karena sombong.
http://firanda.com/index.php/artikel/aqidah/273-isbal-no-apa-sih-susahnya-wong-tinggal-ninggikan-celana-sedikit-kan-masih-tetap-keren
BalasHapus